Hidup dikota Jakarta memang sebuah kenyataan yang sulit. Dimana kita memang tanpa sadar telah terhipnotis sebuah lifestyle yang sangat luar biasa hebatnya. Postingan ini saya persembahkan untuk Adik saya yang sedang terkena resesi Jiwa dimana dia memang sedang diambang kebimbangan dalam karirnya.
Setelah dipuncak klimaksnya, akhirnya dia jatuh sakit, dan baru sakitnya tidak tanggung-tanggung, SPGOT nya tinggi yang berarti ia mengalami tingkat stress yang cukup tinggi.
Dia baru berumur 26 tahun, akan tetapi penyakit yang dideritanya sungguh luar biasa. Jika dia tidak bisa menjaga diri, stroke ringan akan menyerangnya.
Lalu dia berdialog dengan saya dan membicarakan semua masalahnya. Saya melihat seseorang yang berbicang dengan tatapan yang kosong, ngos-ngosan dan memang terlihat sangat letih. Dia sangat dilema anatara melanjutkan pekerjaannya atau memang berhenti. Sementara kawannya sudah menawarkan sebuah pekerjaan yang hampir sama deskripsinya akan tetapi lokasi tempat bekerjanya didaerah Tangerang yang notabennya itu bukan sebuah kota yang gemerlap seperti Jakarta, dimana kantor dia sekarang berada.
Terkadang saya bingung, apakah gengsi mempengaruhi cara berfikirnya ?
Sementara dia bangga bahwa dia bekerja di kawasan Jakarta akan tetapi tidak mampu mengalami tekanan yang sangat tinggi. Lalu dia pun membicarakannya, bahwa temannya yang bareng dengan dia sudah mencapai tingkat pencapaian yang tinggi sedangkan dia tidak bisa seperti itu.
Kalau saya lihat cara bekerjannya yang luar biasa ketika dia pergi dari rumah pukul 7 dan pulang sampai rumah lagi pukul 11 malam, karena masih melayani data yang akan dipresentasikan oleh bosnya tidaklah jarang. Melainkan dia sering lembur karena yang ada didalam fikirannya dia bisa naik grade dengan cepat.
Sungguh Ambisi yang luar biasa dari Anak muda ini yang juga adik sepupu saya. Saya hanya coba berkomunikasi dengan dia, dimana saya sangat tahu persis apapun yang saya katakan tidaklah ingin dia dengarkan. Karena pada saat orang terjatuh dan bercerita kepada kita, itu karena dia hanyalah ingin didengarkan, menurut saya loh.
Maka saya tidak akan memberikan keputusan apapun, tetap keputusan ada ditangan dia. Sekarang saya hanyalah memberikan pandangan saja. Bahwa apa yang dikejar hanyalah ilusi semata tanpa bisa melihat kemampuan diri sendiri. Maksudnya disini adalah saya bukan meragukan kemampuannya, dia sangatlah hebat dan berbakat dalam bidang IT. Akan tetapi kemampuan diri yang saya maksud disini adalah fisiknya sendiri.
Betapa sering saya melihat orang tersiksa dibalik mejanya, ketika saya menyambangi client-client saya diluar sana. Mereka memang tidak mengatakannya kepada saya, akan tetapi biasanya keluhan-keluhan yang disampaikannya membuat saya tergetar dan menunjukkan tentang kelelahannya dia.
Kalau buat saya sendiri, buat apa saya bekerja tapi saya tidak bahagia. Itu semata hanya menyiksa diri persetan dengan pemasukan yang banyak. Saya akan tetap yakin seberapa banyak pemasukkan yang Anda dapat tidak akan bisa membeli kebahagiaan hati pada saat Anda diteror oleh waktu yang selalu saja monoton.
Dan yang paling sadis lagi, Anda tidak pernah diberikan waktu untuk merasakan kebahagiaan. Saya melihat pada saat dia sakit, dia harus mengangkat telpon dan memandu User akan data exel yang dia buat dan itu menyedihkan sekali bukan ?
Dan bekerja di Jakarta itu bukan salah satu nikmat yang membuat bahagia. Yang pertama kita bisa bayangkan macetnya Jakarta, dimana kita harus merasakannya disetiap pergi kekantor dan pulang dari kantor. Lalu gaya hidup di Jakarta mengarahkan kita kepada gaya hidup yang berlebihan.
Pada saat ini dia memiliki Gadget yang belum tentu dia butuh, itu semata untuk menjaga gengsi dihadapan teman sejawatnya karena disana menggunakan barang mewah seperti itu. Lalu yang hampir bisa dipastikan, kongkow di Jakarta pun mahal. Gak ikut kongkow maka akan dibilang gak gaul, jadi menurut Lo gimana ?
Saya lebih memilih kerja didaerah yang notabennya tidak hectic seperti Kota Jakarta. Saya dulu pernah bekerja di GE MONEY di gedung BRI 2 Lt. 26. Tidak ada nikmat-nikmatnya disana. Bukan karena pekerjaannya yang tidak enak, melainkan memang pola hidupnya sudah sedemikian tingginya. Itu akan berdampak kita memiliki gaji 1.5 alias gajian tanggal 1 tanggal 5 sudah habis.
Kalau berfikir secara matang, maka apa yang bisa saya kumpulkan dari bekerja disana. Maka saya memilih untuk minggir ke Tangerang dimana waktu itu saya bekerja dikawasan Cengkareng. Gersang memang tapi setidaknya gaya hidupnya normal. Lalu saya keluar dari sana saya membuka usaha saya sendiri ketika saya menemukan kalimat untuk apa uang yang saya dapat kalau saya tidak bahagia.
Menjaga kestabilan batin jauh lebih penting daripada kepentingan lahiriah itu sendiri. Memenuhi keinginan lahiriah tidak akan ada habisnya. Maka yang terpenting adalah kebahagiaan itu dahulu baru memikirkan hal yang lain.
Membuat usaha yang bisa menolong orang banyak sungguh menjadikan kebahagiaan tersendiri buat saya. Dimana saya dapat mengatasi permasalahan orang yang baru mau merintis usahanya, berkawan dengan mereka sungguh satu pengalaman yang menggembirakan.
Apalagi ketika memang tiba-tiba usahanya besar, seperti kebanyakan dari client saya sekarang ini. Besar disini jangan diartikan bisa besar sekelas KFC untuk makanan ataupun Alfa untuk usaha Rabat. Akan tetapi besar disini usahanya tumbuh dan berkembang. Sampai situ saja saya sangat bahagia.
Jadi mendefinisikan Value atau nilai diri itu jangan dilihat dari barometer materi yang Anda dapatkan sekarang ini. Nilai itu sangat luas, Anda kaya tapi Anda tidak menikmatinya untuk apa ?
Untuk apa kita menyiksa diri untuk hal yang tidak ada ?
Ambisi itu memang harus ada dibenak kita, akan tetapi bukan ambisi yang mengontrol hidup kita. Kitalah yang harus mengontrol Ambisi itu sendiri. Kita yang punya diri, jangan mau dikendalikan oleh apapun apalagi jika kita tersiksa.
Perhatikan alarm yang ada didalam diri kita, apabila dia sudah berbunyi (menderita sakit) harap diperhatikan dengan benar. Karena kalau sudah terlambat semuanya untuk apa ?
Hanya pandangan itu yang saya sampaikan kepadanya, entah esok hari keputusan apa yang akan dibuatnya.
Saya cuma berharap itu adalah sebuah keputusan yang terbaik untuk dirinya dan untuk hidupnya. Saya hanya bisa terus memberikan semangat untuk tumbuh dan berkembang layaknya seorang kakak pada umumnya.
Salam Kreatif,
@rie fabian -
yg dirasakan ade lu sama kaya gue sekarang bang
BalasHapusapa jodoh ya ? ^_^
jgn bilang ade sepupu lu cowo ya bang... Zzz
Cowok pas ...
BalasHapusKerja di Bank Swasta (loh ... salah fokus)
Tapi apapun yang terbaik adalah kita sendiri yang merasakannya kok.
Wow.. sebuah cerita yang menarik diangkat kepermukaan media. Sebagai salah satu contoh cerita relita yang dihadapai banyak orang di biang kota jakarta ini. Badan itu rusak karena Jiwanya tidak sehat (jiwa = pendengaran, penglihatan, hati, pikiran). Rutinitas kerja yang menggebu-gebu membuat semangat yang membara untuk mendapatkan yang paling terbaik. memang benar tapi ada yang pincang. hidup bersosial musti ditambah, berbuat kebajikan dengan secara nyata tuk masyarakat pra-sejahtera. makanya setiap karya harus berdasarkan sosial. sifat peduli dan sayang to everybody.. peduli dan sayang untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat luas khususnya masyarakat prasejahtera.. caranya lihat sekeliling kita banyak yang masih belum mendapatkan kesempatan untuk hidup sejahtera lahir bathin... rogoh sedikit kemampuan dan harta kita agar bermanfaat bagi bangsa Indonesia... salam hormat saya buat semuanya...salam sejahtera Indonesia
BalasHapusGw tau niy siapa yang comment ...
BalasHapusSalam super mas Aji maulana ....
Thanks for coment ....
@rie fabian -
www.fabianstudio.biz