Apa yang akan menjadi salah kaprah pada pembahasan saya kali ini, yaitu berbicara tentang keadaan sosial. Salah satu pengatur keadaan sosial adalah hukum, dimana sosial bisa dibuat seimbang apabila memang ada satu peraturan dimana kita bisa menggantungkannya kepada sebuah paradigma yang bernama hukum.
Agak kurang kompeten bila saya masuk kedalam ranah hukumnya, kali ini saya akan berbicara kepada dampak sosialnya saja. Dimana kita melihat bahwa saja hukum dibuat untuk seseorang yang berbuat kesalahan. Dan hukum itu ada agar membuat para pelaku kejahatan memiliki efek jera dan tidak melakukannya kembali.
Namun seperti yang kita lihat pada kenyataannya sekarang, dimana sebuah kata sifat yang bernama jera ini sudah banyak sekali modelnya. Apakah kita melihat sebuah efek jera kepada para pelaku kejahatan ketika dihukum oleh para aparat kita ?, jawabanya singkat, masih banyak para penghuni rodeo yang mondar - mandir kedalam sel tahanan.
Jika sudah demikian, apakah ini bisa dikatakan Jera ?
(Jika seorang tahanan kembali ditahan setelah beberapa bulan baru keluar dari tahanan)
Saya mencoba memberikan beberapa opini tentang permasalahan yang selalu berdampak pada keadaan sosial ini. Ketika seseorang dipenjara, bukan hanya kelakuannya saja yang terhukum namun secara moralpun dia sudah terhukum secara otomatis.
Dan ketika dia keluar dari Lembaga Permasyarakatan jarang sekali bisa diterima baik di Masyarakat alias status sosialnya masih tersandera didalam Penjara.
Masyarakat sudah sudah tidak mau mengerti lagi alasan dia mengapa dipenjara, dan selalu dibuat seakan - akan dia telah bersalah seumur hidupnya. Jika sudah begini, maka yang seseorang tadi akan kembali lagi untuk berbuat kejahatan, karena sudah kepalang tanggung label "jahat" sudah melekat didalam dirinya.
Bahkan kita sering sekali mendengar sebuah alasan dimana pada saat dia melakukan kejahatan dikarenakan dipaksa oleh keadaan. Untuk membiayai ibunya yang sakit, untuk membiayai adiknya sekolah, untuk membiayai apapun yang membebani yang telah tertanggung dalam hidupnya. Dan setelah dia sudah bebas dari hukuman alasan itu sudah tidak berlaku kembali.
Mereka dikucilkan, mereka diasingkan, mereka selalu dibicarakan dimana - mana. Dan jika sudah masuk kedalam tahanan maka tidak ada pekerjaan formil yang mau menerimanya, kecuali pekerjaan yang memiliki resiko untuk melakukan kejahatan kembali.
Dan akhirnya mereka menyebut penjara adalah tempat yang cocok untuk mereka. Istilah "Jail Addict" sangat dimungkinkan terjadi dalam keadaan mental yang sudah demikian. Karena buat mereka malah lebih nyaman tinggal didalam Lembaga Permasyarakatan lagi dibandingkan harus keluar dan tidak bisa beraktifitas dengan sebagaimana mestinya. Dan setelah berkali - kali, akhirnya mereka menjalin ikatan persaudaraan bak keluarga.
Mungkin sudah seharusnya Lembaga Permasyarakatan mulai memikirkan tentang penyaluran kerja kepada Napi - napi yang memang hanya kebetulan berada ditempat dan waktu yang salah. Lembaga Permasyarakatan jika saya melihat beberapa tayangan di televisi adalah tempat mendidik para Narapidana sesuai dengan kemampuannya. Ada yang diajarkan mencetak, ada yang diajarkan menjahit, ada yang diajarkan bermain musik, dll.
Jika memang mereka terlihat mau bekerja keras dan memang kompeten memiliki potensi, kenapa tidak langsung disalurkan saja langsung kepada Perusahaan yang membutuhkan, dengan surat jaminan dari Kepolisian misalnya. Jadi sang perusahaan pun tidak takut menerimanya dan sang Narapidana pun bisa memulai karirnya. Ini kalau bicaranya ingin memanusiakan manusia yah.
Dengan begitu dia tidak akan mau berbuat yang melawan hukum lagi jika memang akhirnya mereka mendapatkan penghasilan yang layak dan dapat digunakan untuk kebutuhan hidup.
Pisau tumpul kebawah harus segera digeser paradigmanya, satu - satunya dengan cara seperti ini. Karena ini bisa berjalan ada beberapa upaya dari Pemerintah dan itu baru bisa dibilang memang sesuai dengan Pasal 33, "Rakyat miskin dan terlantar dipelihara oleh negara ...... "
Jangan lupakan kasih sayang dalam menerapkan sebuah hukuman. Ada orang yang memang niat melakukan kejahatan ada juga yang terkadang terpaksa melakukannya. Maka jangan disama ratakan perlakuannya. Untuk orang yang memang sudah hobi dan gemar melakukan kejahatan, tidak ada salahnya hukuman selalu diperberat, jangan dinegosiasikan lagi.
Saya termasuk orang yang tidak peduli dalam berkawan, dan jika saya berkunjung kesenen bukan satu atau dua orang yang baru saja bebas dari penjara, melainkan banyak sekali. Bahkan ada anekdot dari mereka, penjara adalah tempat kursus yang baik. Karena ketika dia tertangkap karena kejahatannya maling sepeda, begitu dipenjara dia satu sel dengan yang melakukan kejahatan pencuri sepeda motor. Dengan begitu maka sang pencuri sepeda bisa belajar caranya mencuri sepeda motor didalam penjara, kurang lebih begitulah pengakuannya.
Bagi Anda yang sangat kompeten memikirkan ini, maka tidak ada salahnya Anda mencoba memikirkan tulisan saya. Dan cobalah untuk membuat sebuah perubahan, bukan dalam waktu sekarang memang perubahan itu akan terasa, akan tetapi suatu saat nanti kita akan bisa merasakan perubahannya. Maka buatlah perubahan, agar perubahan itu terasa dikalangan kami.
Salam Kreatif,
@rie fabian -
0 comments:
Posting Komentar
Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar dibawah ini.