Iklan :

16 Juni 2012

Agar kita bersyukur


Ketika kita dihadapkan oleh kenyataan, dimana kita melihat kepada orang yang berada dibawah kita secara pangkat atau jabatan, dan disaat itu juga mereka lebih beruntung dari pada kita, maka terkadang yang kita fikirkan adalah sebuah kelicikan dalam berfikir, kita suzon pada orang tersebut yang bukan-bukan, atau kita merasa diri kita tidak lebih pintar dari dia. 

Ini memang realita berfikir, dimana pengelompokkan selalu saja berdasarkan pangkat dan jabatan. Terkadang kita melupakan Sang Pemberi Rezeki. Yang kita ingat hanyalah kita lebih tinggi dari dia, kenapa dia sudah mengendarai mobil pribadi, sedangkan saya masih menggunakan sepeda motor ?

Kenapa pertanyaan itu selalu ada ? 

Tanpa kita sadari kita sudah memasuki zona kufur nikmat. Tidak bersyukur atas apa yang selalu Dia beri. Kita telah lupa bahwa Dia Maha Adil, dan kita sudah berada didalam zona yang berbahaya. Selangkah lagi kita akan memasuki orang yang tidak pernah bisa bersyukur. 

Jangan pernah menghitung harta atas apa yang kita terima dengan yang orang lain terima berdasarkan jasa yang sudah kita berikan kepada kantor atau Perusahaan dimana kita mengabdi, karena ukuran itu tidak selalu baku rumusnya. 

Untuk menjaga sikap kufur kita saya biasanya mensiasati dengan cara turun kebawah, banyak melihat kenyataan. Dimana jika kita pergi kepinggir jalan saja kita sudah menemukan sebuah realita hidup yang sangat pedih. Dimana orang berkeliling mencari makan dengan mangkok ditangan menghampiri satu persatu yang disekitarnya. 

Dari pada mikirin orang yang dibawah saya (jabatannya) sudah memakai mobil, lebih baik saya berkeliling untuk melihat dan memberi yang berada disekitaran jalan. Ini lebih membuat saya untuk menyikapi rasa bersyukur. 

"Tapi kan mereka ada yang berpura-pura, atau bahkan ada orang malas yang menjadikan pengemis itu pencaharian dia satu-satunya, jika kita kasih sama saja kita setuju dengan caranya dia yang bermalas-malasan", kata seseorang ketika saya ajak bicara. 

Kenapa kita selalu berfikiran demikian ? 

Jawabanya cuma karena Anda malas sedekah, Anda selalu mencari 1001 alasan untuk tidak memberi. Itu jawaban saya kepada orang tersebut. 

Kenapa sampai pengemis pun Anda curigai sampai sedetil itu ?

Kenapa pada saat Anda ingin memberi ada perasaan curiga tentang kepantasan ? 

Dan kalaupun ada orang yang memalaskan dirinya untuk menjadi pengemis, apakah sedekah kita harus kita batalkan ? 

Jawaban saya tetap tidak, itu harus tetap saya beri, apapun alasan teori Anda tadi. Sebab perkara dia hanya bermalas-malasan untuk menjadikan mengemis cara berjuang untuk hidup itu bukan urusan saya, melainkan itu urusan dia dengan TuhanNya. 

Saya tidak menghalalkan cara orang mencari nafkah dengan mengemis, karena kenyataannya dikantor-kantor bertingkat saja banyak pengemis yang menggunakan jas dan berdasi, jadi apa bedanya ? 

Antara foto 
Jadi kalau setiap kali kita ingin memberi selalu berfikir atas kepantasan kita memberi, itu yang menghambat kita untuk bersyukur. Setidaknya kita bisa melihat, kita mencari uang lebih baik dari mereka, dan keadaan kita lebih baik dari mereka, maka kita masih layak mengucapkan "Alhamdulillah".

Terkadang memang Tuhan menguji kerelaan kita atas apa yang ingin kita berikan kepada orang yang ada didepan kita. Berbuat baik itu tidak hanya kepada orang yang baik saja, maka dari itu saat memberi jangan difikir pantas atau tidaknya dia menerima, karena matahari saja menerangi semua umat didunia bukan hanya untuk umat tertentu saja bukan. 

Pantas dan tidak pantas bukan kita yang mengukur, bukan kita yang menilai. Kita hanya diwajibkan menjalankan kebaikannya saja, selesai. Semudah itu kita berbuat baik sebenarnya, yang mempersulitkan diri kita sendiri. 

Jadi terlepas dari apapun itu bantulah mereka atas apa yang Anda punya. 


Salam Kreatif, 



@rie fabian 






0 comments:

Posting Komentar

Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar dibawah ini.