Ini taping yang kedua kalinya saya ikuti untuk acara kick Andy, kali ini syarat akan pengalaman. Beberapa tokoh yang luar biasa kali ini saya jumpai dengan beberapa pengalamannya. Segmen pertama diisi oleh Dalang Wayang Golek Dede Amung Sutarya.
Bapak 6 Anak ini memang mempunyai turun temurun sebagai keluarga Dalang. Dari Kakek Beliau sampai dengan Ayahanda beliau memang seorang Dalang. Yang jadi inspirasi buat saya dimana dia mengatakan sebuah "penyesuaian" cara menyajikan kesenian daerah ini.
Walaupun wayang mempunyai pakem cerita yang telah disepakati oleh kode etik perdalangan, namun penyajiannya masih dapat disesuaikan. Ada beberapa kitab yang bisa digunakan sebagai materi cerita dari sebuah pewayangan itu.
Namun kata penyesuaian ini yang inspiring sekali, dimana Beliau mengatakan bahwa, harus ada penyesuaian didalam menyajikan kesenian wayang pada jaman sekarang. Jika jaman dahulu wayang digunakan sebagai media dakwah, untuk menyampaikan pesan-pesan moral maka tidak demikian dengan sekarang.
Jaman dahulu kita sering mendengar, ketika ada pertunjukkan wayang akan sangat sakral sekali dalam penyajiannya. Dimana orang memang serius menyimak cerita penokohan dalam sebuah sajian tersebut. Tapi bila diulang cara penyampaiannya seperti itu pada saat sekarang, maka orang begitu nonton akan kabur, begitu kutipan dari beliau dalam berbicara kepada Pak Andy F. Noya.
Cara penyajian wayang pada saat sekarang ini memang harus disisipi dengan humor. Bahkan sesekali Pak Dede ini mengeluarkan wayang yang belum pernah ada, "Tom and Jerry".
"Kenapa wayang Tom and Jerry Pak ?" Tanya Andy F. Noya kepada Bapak Dede.
"Anak kecil sekarang lari ketika melihat tokoh cepot dalam pewayangan, jika yang pertama kali saya keluarkan wayang Tom and Jerry dan tokoh tersebut dikalahkan oleh cepot, maka anak kecil akan suka dengan tokoh cepotnya", Jawab Pak Dede.
Sungguh kreatif dan menarik sekali, dimana saya melihat betapa bangganya dia membudi dayakan kesenian didaerahnya sendiri. Dengan mengubah packaging (kemasan) maka wayang tersebut kini bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Inilah yang dinamakan dengan inovasi tiada henti, asal ada keseriusan pasti ada jalan untuk membuat satu hal lebih inovatif lagi. Produk lama pun bisa kita kemas menjadi sebuah produk yang baik. Kita bisa lihat pecel lele lela bisa mengemas produk pinggir jalan menjadi produk yang menengah, Pempek Pak Raden, dan masih banyak lagi.
Sudah saatnya kita bisa melihat potensi dari dalam kita sendiri, tidak melulu kita melihat budaya barat sebagai acuan dari kemajuan seni dan kreatifitas. Kata kuncinya mau, maka kita pasti bisa.
Terima kasih Kick Andy atas undangan yang diberikan kepada kami (dblogger community).
Salam kreatif,
@rie fabian
gimana klo dibuat wayang modern.. yg jadi wayangnya om arie ama om jay bLe'e
BalasHapusHahahahahahahahaha ... gimana yah, yang pasti ada yang gembul perutnya nanti wayangnya ...
BalasHapusSalam om Alfan
@rie fabian
Perasaan ada yg nyebut gembul perut?? *terpanggil :D
BalasHapusDari wayag sampai pecel lele dan empek empek? *kumplit banget dah!! Ckckck
hahahahaha sesama gembul jangan saling mengganggu, satu guru satu ilmu. Makasih Ki Demang.
BalasHapus@rie fabian
Ulasannya sangat menarik dan lengkap, pesan moralnya sangat mendalam ya, Bulan April ikut nonton lagi yuk :D
BalasHapusSebuah inovasi memang diperlukan dalam pertunjukan seni tradisional,untuk menjaring minat generasi muda sekarang menonton pertunjukan seni tradisional,termasuk juga wayang.
BalasHapusSemoga makin banyak dalang yang berpikiran kreatif seperti Dede Amung.
BTW..tampilan baru blog ini semakin catchy :D
Kebudayaan sebagai media pesan moral memang harus disesuaikan dengan perkembangan jaman tanpa harus menghilangkan esensi dari kebudayaan itu sendiri, karena ini beda dengan barang antik.
BalasHapusPosting yg menarik..!
semoga kapan2 bisa ikutan lagi
BalasHapusMbak ani >> Terima kasih yah mbak,memang kali ini bagus banget tapingnya ...
BalasHapusKang Yos >> Iya bener, kadang generasi muda masih malu -malu mengaggmi budaya sendiri, bahkan tidak sedikit pula dari mereka yang bicara bahwa itu kuno, tapi pada saat wayang di klaim milik malaysia, baru deh semua berbondong-bondong peduli.
BalasHapusTampilan blog saya diajarkan oleh kang Jay om ...
@rie fabian
Kang Agung >> Terima kasih sudah berkunjung ...
BalasHapusmbak Juli >> ditunggu yah ..
BalasHapus@rie fabian
Kang Trisno >> Terima kasih ....
BalasHapussatu hal aja om...
BalasHapusmanggapnya perasaan kurang gede dalangnya haha
Tentang Guru >> he he he ..
BalasHapus