Seorang Anak terlahir didunia pada hari Rabu malam, dan sang Ibu pun tergagap senang karena ia memiliki seorang putra sekarang. Sang Ibu pun memiliki impian kalau saja besar nanti anaknya harus bisa membanggakan dia, sekolah yang tinggi dan dapat bekerja sebagaimana manusia lainnya. Dibesarkanlah Putra tersebut dari hari kehari.
Dengan bersusah payah ia mencari uang dengan keadaan yang single parent karena ditinggal sang suami, saat anaknya umur 3 tahun yang lalu. Digenggamannya sudah tersedia uang sejumlah yang diminta oleh pihak sekolah. Begitu ia hendak mendaftarkan Anaknya pada esok hari, Sang Anakpun menderita sakit tiba-tiba.
Dilema dirasakan oleh sang Ibu, antara ingin menyekolahkan atau untuk biaya berobat. Lalu akhirnya Ia pun bergegas kerumah sakit karena demam yang dialami sang Anak sungguh mengkhawatirkan. Sesampainya didokter Ia pun memeriksakan Anaknya.
Ternyata Ia mendapati Anaknya menderita sakit demam berdarah, yang diharuskan untuk dirawat intensif oleh Dokter sang rumah sakit. Biaya yang harus ditanggung oleh sang Ibu adalah sama persis dengan biaya yang sedang Ia pegang untuk mendaftarkan Anaknya sekolah.
Akhirnya sang Ibu pun mengurungkan niatnya memasukkan anaknya ke Taman Kanak-kanak. Didalam benaknya kesehatan Anaknya jauh lebih penting pada saat sekarang ini. Biarlah nanti aku akan masukkan SD pada saat umur 6 tahun, mungkin saat ini aku bisa mengajarkan dia dirumah saja.
Pada saat umur 6 tahun, maka ia pun kembali menghampiri sekolah Negeri yang ada disekitar rumahnya. Berharap mendapat keringanan biaya, atau harapan untuk mendapatkan subsidi dari dana pendidikan pemerintah yang sedang ramai dibicarakan.
Sesampainya disekolah, ia pun mendaftarkan anaknya. Dan sang sekolah pun meminta agar si Ibu mendaftarkan anaknya dan ikut tes pada waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Lalu singkat cerita sang Anak pun lulus mengikuti ujian, ini disebabkan oleh sang Ibu yang memang mengajarkan anaknya secara intensif dirumah.
Lalu Sang Ibu pun dipanggil ke sekolah untuk kelanjutannya. Pada saat disekolah sang guru yang menerima mengabarkan kabar baik tentang kelulusan tes anaknya. Lalu sang guru berkata tentang biaya administrasi yang sudah ditiadakan, namun kita mereka tetap meminta biaya untuk perbaikan gedung sekolah yang diminta dari Orang tua murid yang anaknya bersekolah disana.
"Tidak ditetapkan jumlahnya sih bu, tapi kebanyakan orang tua murid menyumbang minimal 1 juta rupiah" Kata sang guru.
Diulang lagi kalimatnya, tidak ditetapkan sih jumlahnya, tapi ....
Yah untuk bersekolah 6 tahun bayar 1 juta tentunya sudah murah bukan ?
Lagi sang Ibu harus memikirkan biaya darimana uang 1 juta tersebut. Akhirnya sang Ibu pun menyanggupi dan keesokan harinya membawa uang kepada guru tersebut.
Singkat cerita anaknya masuklah disekolah Negeri disekitaran rumahnya. 6 tahun tak terasa ia jalani, Akhirnya tiba ia akan memasukkan kepada sekolah lanjutan SMP. Kejadiannya mirip-mirip pada saat SD.
Melanjutkan sekolah dari SD - SMP sampai dengan SMU. Lalu setelah lulus SMU pun usia sang Ibu sudah tidak muda kembali. Akhirnya Ia pun harus menerima kenyataan, Pensiun. Lalu sang Ibu masih menyimpan sedikit tabungan yang rencananya akan memasukkan Anaknya ke jenjang Kuliah.
Lalu sang Ibu pun mendatangi sebuah kampus Swasta disekitaran rumahnya. Karena dikhawatirkan jika Universitas Negeri tidak sanggup untuk biaya kos dan lain-lain. Sesampainya di Kampus tersebut sangat terkejut ketika mendengar biaya kuliah yang sangat mahal. Biaya yang disebutkan oleh para administrasi Kampus itu adalah 15 kali lebih mahal dari uang yang Ia pegang.
Disaat ini sang Ibu mulai menyerah, dan berkata kepada Anaknya untuk melanjutkan dengan dunia kursus terlebih dahulu. Sang anakpun akhirnya mengerti atas keterbatasan ini, dan melanjutkan untuk kursus-kursus.
Lalu setelah selesai kursus sang anak pun melamar-melamar. 3 bulan sudah ia menyebarkan lamaran kekantor-kantor. Lalu ada panggilan untuk bekerja disalah satu kantor swasta. Satu bulannya ia menerima gaji Rp. 1.200.000,- sebagai upah ia bekerja dikantor tersebut.
Mendengar Angka satu juta ia sangat senang sekali dan memutuskan untuk bekerja di kantor tersebut. Tapi ternyata kenyataannya salah. Karena setelah ia bekerja 3 tahun lamanya peningkatan gaji tidak pernah terjadi dikantor tersebut.
Ia selalu terjebak didalam dimensi pekerjan kantor, dan akhir bulanpun tidak dapat mengumpulkan uang untuk Ia melanjutkan Kuliah. Akhirnya sang Ibu pun mengelus dada dengan pasrah, yah setidaknya anak saya lebih baik dari pada si A si B si C, sekedar menyenangkan hati sendiri.
* Cerita hanya ilustrasi Saya dari cerita salah seorang Orang Tua.
Menandakan bahwa impian awalnya tidak terwujud. Dan impian ini adalah sebuah Impian seperti semua Ibu yang ada diatas dunia ini. Namun pada saat sekarang ini bermimpi saja sudah sangat sulit. Mudah yang diucapkan oleh banyak orang ternyata tidak semudah apa yang dijalani oleh sang Ibu ini.
Dan tidak sedikit yang mencoba menerobos batas impian tersebut dengan paksa. Akhirnya kita selalu melihat akhir cerita berujung penjara.
Namun pertanyaannya ini salah siapa ?
Jika memang sang Ibu salah mempunyai impian untuk membesarkan anaknya agar besar nanti bisa menjadi manusia kebanyakan, bekerja dikantor dan dapat menyisihkan uang untuk keluarga, menikah dan memiliki keturunan. Hanya sesimple itu semestinya, tapi tidak sesederhana itu juga kenyataanya.
Jika kita melihat sekarang, dengan gaji 1,2 rupiah, bagaimana caranya ia akan menikah ? mungkin untuk bertahan dari bulan kebulan saja masih jadi pertanyaan besar untuk dia (walau kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada esok hari).
Tapi jawaban setidaknya bisa kita gambarkan.
Salam Kreatif,
@rie fabian
kalau bnar2 trjadi didalam knyataan smoga saja si ibu dana anaknya bisa diberi kesabaran.. walaupun tidak kuliah, dia bisa menciptakan dan menggapai kesuksesan..
BalasHapusblog yg keren ,,, salam kenal sebelumya ,,blog sobat sudah saya follow ,,dan follow back sobb
BalasHapusTerima kasih semuanya ...
BalasHapus@rie fabian -
www.fabianstudio.biz